Seperti hari-hari senin sebelumnya. Selesai upacara bendera, kelasku langsung saja masuk pada
pelajaran matematika. Aku bersekolah di SMA Merah Putih Jakarta, aku saat ini
duduk dikelas 12. Dikelas, aku duduk dibangku paling depan. Aku juga mempunyai sahabat
disini, mereka dua orang perempuan bernama Novita dan Zia. Mereka berdua duduk
dibangku tepat belakangku.
Baru juga pelajaran pelajaran matematika berlangsung, guruku
langsung meninggalkan kelas setelah meninggalkan beberapa soal. Ketika guruku
kembali, dia tidak sendirian, dia bersama seorang gadis perempuan polos, putih,
cantik, manis berkacamata , rambutnya panjang, dan juga tinggi. Dia adalah
siswa baru baru disekolah ini. Dia memperkenalkan dirinya di depan kelas, namun
aku daritadi tidak menyadari jika aku terus memperhatikannya dari dia masuk
sampai perkenalan ini.
Namanya Nadia, dia anak Bandung, dia pindah ke Jakarta karna
ayahnya bekerja di Jakarta. Setelah dia selesai perkenalan, dia disuruh duduk
oleh guruku dibangku tengah tepat di depan bangku teman laki—lakiku yang usil.
Ketika dia berjalan menuju bangkunya, tidak sengaja kakinya tersandung bangkuku
sehingga dia terjatuh. Aku membantunya dengan mengambilkan kacamatany ayang
terjatuh. Saat aku menolongnya, teman-teman yang lain menyorakiku, seolah-olah
aku hanya berlagak sebagai pahlawan atau hanya sekedar modus belaka. Aku tahu
dari tatapan matanya waktu dia perkenalan tadi, dia sepertinya bukan anak yang
nakal. Dia mengucapkan terima kasih padaku, dan aku jawab sama-sama.
Aku perbikir dua kali, megapa ia memilih sekolah ini untuk
tempat belajarnya, sedangkan disini anak-anakanya sangat nakal dan tidak
mematuhi tata tertib sekolah. Ada dua alasan
mengapa aku memilih bersahabat dengan Novita dan Zia. Pertama, dua
sahabatku itu bukanlah anak layaknya teman-temanku yang lain. Kedua, mereka
sering membuatku senyum-senyum sendiri ketika aku melihat kekonyolan tingkah
mereka.
Pertama kali Nadia duduk dibangkunyya, aku jelas mendengar
suara usil temannku. Temanku menjaili Nadia ketika dia sedang sibuk mengerjakan
soal matematika. Aku tahu mengapa Nadia tidak bertindak apa-apa saat itu ,
karena Nadia hanya gadis olos dan pendiam.
Waktu bel istirahat berbunyi, seperti biasa. Aku, Novita,
dan Zia bermain didepan kelas sambil melakukan hal konyol untuk menghibur diri
kami sendiri. Tidak sengaja aku melihat Nadia dari kaca kelas yang bening.
Alalu aku menyuruh Novita dan Zia masuk kedalam kelas, aku pergi ke kantin
tanpa sepengetahuan mereka. Aku masih malu berhadapan dengan Nadia karena
kejadian tadi. Ketka dua sahabatku itu mengajak Nadia bermain, mereka baru
sadar kalau aku tidak menyusul mereka
dibelakngnya. Mereka mengira aku pergi ke toilet dengan terburu-buru, sehingga
tidak sempat berpamitan kepada mereka. Waktu itu Novita dan Zia pergi ke kantin,
tapi aku heran, kenapa dia tidak mengajak Nadia ikut.
Aku mendatanginya, aku bertanya kenapa Nadia tidak ikut
bersama mereka. Zia dan Novita bercerita tentang Nadia padaku. Nadia sebenarnya
tidak ingin bersekolah disini, namun, kantor ayahnya yang dekat dengan sekolah
ini, membuat dia memutuskan untuk bersekolah disini, supaya dia bisa berangkat
sekolah bersama ayahnya. Nadia adalah anak yang pendiam, tak heran jika dia
menghabiskan waktu luangnyauntuk membaca. Alas an mengapa dia tidak ikut pergi
ke kantin karena dia masih malu, karena dia masih anak baru disini. Bel
istirahat telah habis, kami kembali kedalam kelas. Aku terus memperhatikan
Nadia. Disana aku tidak tega melihatnya sedang membaca buku sedangkan teman
laki-lakiku tidak berhenti menjailinya.
Aku melamun tentangnya, sampai-sampai aku tidak sadar
dipanggil dua sahabat perempuanku, zia ddan novita. Dua sahabatku ini tau aku
sedang melamun tentang nadia. Dia menggombaliku agar aku cepat-cepat PDKT
dengan Nadia lalu pacaran sama dia. Aku berpikir dua kali waktu Novita dan Zia
berkata itu. Apakah iya aku berpacaran dengan anak yang pendiam, sedangkan aku
anak yang bertingkah konyol setiap harinya.
Apakah aku tidak akan mengganggu kebiasaan membaca bukunya jika aku
berpacaran dengannya. Bel pulang sekolah berbunyi. Aku pulang jalan kaki
bersama Novita dan Zia, karena kebetulan rumahku dekat dengan sekolah. Aku
melihat Nadia berdiri menunggu jemputan, namun sepertinya tidak ada yang
menjemputnya.
Novita dan Zia menyuruhku untuk mengajaknya pulang bersama.
Tapi aku masih malu kejadian tadi pagi. Dua sahabatku itu berlari kearah Nadia,
mereka mengajak Nadia untuk pulang bersama. Aku terus diam ketika dalam
perjalanan pulang, sehingga membuat Zia dan Novita merasa aneh denganku. Zia
bertanya kepadaku apa yang sebenarnya terjadi, namun aku hanya mengatakan
kepadanya aku hanya sedang sakit kepala, namun itu hanya alasanku untuk
menutupi rasa malu ku. Kebetulan Nadia satu kompleks dengan kami, sehingga kita
sampai rumah bersamaan.
Menjelang tidur, aku tidak berhenti memikirkan Nadia. Andai
jika kata dua sahabatku itu benar-benar terjadi, apa yang kan terjadi kepada
Nadia. Mungkin nadia akan jarang membaca bukunya.
Satu buan berlalu, nampaknya Nadia mulai nyaman bermain
dengan kami, ya meskipun aku masih ada rasa malu terhadapnya. Nadia bercerita,
bahwa aku, novita dan zia adalah teman terbaik yang dikenalnya disini. Dengna
seiringnya Nadia bermain dengan kami, Nadia sedikit menyimpan rasa padaku.
Menurutnya aku adalah anak yang polos serta konyol yang selalu membuat dia
tertawa sehingga membuat hidupnya tidak membosankan. Aku juga dinilai sebagai
anak yang cerdas, cerdik, dan mempunyai tekad yang tinggi untuk mengejar
cita-cita seperti impianku. Semua itu dikatakannya pada Novita dan Zia.
Namun aku berpikir dua kali, hal apa yang akan terjadi pada
Nadia, apakah dia akan tetap akan menjadi gadis polos yang rajin membaca buku,
atau justru menjadi malas karenaku. Zia dan Novita juga mengatakan itu pada
Nadia. Hati Nadia tersentak, betapa terharunya Nadia mendengar ucapan dari
Novita dan Zia akan kepedulianku terhadap kebiasaan hidupnya. Aku senang akan
apa reaksi Nadia setelah mendengar apa yang dikatakan dua sahabatku ini. Nadia
tetaplah Nadia. Ketika dia bermain dengan kami, dia merasa sepertia apa yang
kita lakukan setiap hari, tidak ada rasa apapun ketika bermain dengannya, ya
meskipun Nadia dan juga aku saling menyembunyikan rasa yang sebenarnya ada.
Novita dan Zia tidak tinggal diam, sampai kapan aku dan Nadia akan saling
menyembunyikan perasaan yang sebenarnya ini.
Aku sebagai laki-laki dituntut oleh sahabat perempuanku
untuk mencari cara paling romantic untuk menembak Nadia menjadi pacarku. Aku melamun
di depan rumah, aku melihat dua burung merpatiputih yang saling berdiri
bersampingan diatas pohon layaknya orang pacaran. Dari situ aku ambil ide untuk
cara terbaik menembak Nadia. Aku cepat-cepat memangil Novita dan Zia untuk
membantuku membuat ratusan burung dari kertas. Burung-burung kertas bewarnaitu
aku ibaratkan sebagai burung merpati, dimana burung merpati jantan hanya satu
kali seumur hidup membuahi satu burung merpati betina. Esoknya, sepulang
sekolah, Novita dan Zia mengajak Nadia untuk ke halaman sekolah, ketika Novita
dan Zia pergi, aku dating menghapiri Nadia.
Sebelumnya Novita dan Zia sudah siap diatas dengan membawa
ratusan burung kertas. Dan pada puncaknya, aku menyatakan cinta pada Nadia, aku
menyatakan cinta sembari dihujani ratusan burung kertas bewarna-warni. Burung kertas
itu ibaratkan burung merpati, sedangkan warna-warni yang dihasilkan adalah
warna dimana kita akan menjalani kisah cinta kita nanti. Nadia tidak tahu harus
menjawab apa waktu itu, dia terpukau akan rencanaku untuk menyatakan perasaanku
padanya.dia terharu, dan yang paling aku sukai waktu itu, dia menerima cintaku.
Aku sangat merasa dihargaiatas usahaku merencanakan semua ini. Aku kemudian
memeluknya, dan mengatakan terima kasih karna sudah menerima cintaku dan
menghargai usahaku dalam merencanakan semua ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar