Rabu, 18 Maret 2015

Burung Kertas



Seperti hari-hari senin sebelumnya. Selesai upacara bendera, kelasku langsung saja masuk pada pelajaran matematika. Aku bersekolah di SMA Merah Putih Jakarta, aku saat ini duduk dikelas 12. Dikelas, aku duduk dibangku paling depan. Aku juga mempunyai sahabat disini, mereka dua orang perempuan bernama Novita dan Zia. Mereka berdua duduk dibangku tepat belakangku.

Baru juga pelajaran pelajaran matematika berlangsung, guruku langsung meninggalkan kelas setelah meninggalkan beberapa soal. Ketika guruku kembali, dia tidak sendirian, dia bersama seorang gadis perempuan polos, putih, cantik, manis berkacamata , rambutnya panjang, dan juga tinggi. Dia adalah siswa baru baru disekolah ini. Dia memperkenalkan dirinya di depan kelas, namun aku daritadi tidak menyadari jika aku terus memperhatikannya dari dia masuk sampai perkenalan ini.

Namanya Nadia, dia anak Bandung, dia pindah ke Jakarta karna ayahnya bekerja di Jakarta. Setelah dia selesai perkenalan, dia disuruh duduk oleh guruku dibangku tengah tepat di depan bangku teman laki—lakiku yang usil. Ketika dia berjalan menuju bangkunya, tidak sengaja kakinya tersandung bangkuku sehingga dia terjatuh. Aku membantunya dengan mengambilkan kacamatany ayang terjatuh. Saat aku menolongnya, teman-teman yang lain menyorakiku, seolah-olah aku hanya berlagak sebagai pahlawan atau hanya sekedar modus belaka. Aku tahu dari tatapan matanya waktu dia perkenalan tadi, dia sepertinya bukan anak yang nakal. Dia mengucapkan terima kasih padaku, dan aku jawab sama-sama.

Aku perbikir dua kali, megapa ia memilih sekolah ini untuk tempat belajarnya, sedangkan disini anak-anakanya sangat nakal dan tidak mematuhi tata tertib sekolah. Ada dua alasan  mengapa aku memilih bersahabat dengan Novita dan Zia. Pertama, dua sahabatku itu bukanlah anak layaknya teman-temanku yang lain. Kedua, mereka sering membuatku senyum-senyum sendiri ketika aku melihat kekonyolan tingkah mereka.

Pertama kali Nadia duduk dibangkunyya, aku jelas mendengar suara usil temannku. Temanku menjaili Nadia ketika dia sedang sibuk mengerjakan soal matematika. Aku tahu mengapa Nadia tidak bertindak apa-apa saat itu , karena Nadia hanya gadis olos dan pendiam.
Waktu bel istirahat berbunyi, seperti biasa. Aku, Novita, dan Zia bermain didepan kelas sambil melakukan hal konyol untuk menghibur diri kami sendiri. Tidak sengaja aku melihat Nadia dari kaca kelas yang bening. Alalu aku menyuruh Novita dan Zia masuk kedalam kelas, aku pergi ke kantin tanpa sepengetahuan mereka. Aku masih malu berhadapan dengan Nadia karena kejadian tadi. Ketka dua sahabatku itu mengajak Nadia bermain, mereka baru sadar  kalau aku tidak menyusul mereka dibelakngnya. Mereka mengira aku pergi ke toilet dengan terburu-buru, sehingga tidak sempat berpamitan kepada mereka. Waktu itu Novita dan Zia pergi ke kantin, tapi aku heran, kenapa dia tidak mengajak Nadia ikut.

Aku mendatanginya, aku bertanya kenapa Nadia tidak ikut bersama mereka. Zia dan Novita bercerita tentang Nadia padaku. Nadia sebenarnya tidak ingin bersekolah disini, namun, kantor ayahnya yang dekat dengan sekolah ini, membuat dia memutuskan untuk bersekolah disini, supaya dia bisa berangkat sekolah bersama ayahnya. Nadia adalah anak yang pendiam, tak heran jika dia menghabiskan waktu luangnyauntuk membaca. Alas an mengapa dia tidak ikut pergi ke kantin karena dia masih malu, karena dia masih anak baru disini. Bel istirahat telah habis, kami kembali kedalam kelas. Aku terus memperhatikan Nadia. Disana aku tidak tega melihatnya sedang membaca buku sedangkan teman laki-lakiku tidak berhenti menjailinya.

Aku melamun tentangnya, sampai-sampai aku tidak sadar dipanggil dua sahabat perempuanku, zia ddan novita. Dua sahabatku ini tau aku sedang melamun tentang nadia. Dia menggombaliku agar aku cepat-cepat PDKT dengan Nadia lalu pacaran sama dia. Aku berpikir dua kali waktu Novita dan Zia berkata itu. Apakah iya aku berpacaran dengan anak yang pendiam, sedangkan aku anak yang bertingkah konyol setiap harinya.  Apakah aku tidak akan mengganggu kebiasaan membaca bukunya jika aku berpacaran dengannya. Bel pulang sekolah berbunyi. Aku pulang jalan kaki bersama Novita dan Zia, karena kebetulan rumahku dekat dengan sekolah. Aku melihat Nadia berdiri menunggu jemputan, namun sepertinya tidak ada yang menjemputnya.

Novita dan Zia menyuruhku untuk mengajaknya pulang bersama. Tapi aku masih malu kejadian tadi pagi. Dua sahabatku itu berlari kearah Nadia, mereka mengajak Nadia untuk pulang bersama. Aku terus diam ketika dalam perjalanan pulang, sehingga membuat Zia dan Novita merasa aneh denganku. Zia bertanya kepadaku apa yang sebenarnya terjadi, namun aku hanya mengatakan kepadanya aku hanya sedang sakit kepala, namun itu hanya alasanku untuk menutupi rasa malu ku. Kebetulan Nadia satu kompleks dengan kami, sehingga kita sampai rumah bersamaan.

Menjelang tidur, aku tidak berhenti memikirkan Nadia. Andai jika kata dua sahabatku itu benar-benar terjadi, apa yang kan terjadi kepada Nadia. Mungkin nadia akan jarang membaca bukunya.
Satu buan berlalu, nampaknya Nadia mulai nyaman bermain dengan kami, ya meskipun aku masih ada rasa malu terhadapnya. Nadia bercerita, bahwa aku, novita dan zia adalah teman terbaik yang dikenalnya disini. Dengna seiringnya Nadia bermain dengan kami, Nadia sedikit menyimpan rasa padaku. Menurutnya aku adalah anak yang polos serta konyol yang selalu membuat dia tertawa sehingga membuat hidupnya tidak membosankan. Aku juga dinilai sebagai anak yang cerdas, cerdik, dan mempunyai tekad yang tinggi untuk mengejar cita-cita seperti impianku. Semua itu dikatakannya pada Novita dan Zia.

Namun aku berpikir dua kali, hal apa yang akan terjadi pada Nadia, apakah dia akan tetap akan menjadi gadis polos yang rajin membaca buku, atau justru menjadi malas karenaku. Zia dan Novita juga mengatakan itu pada Nadia. Hati Nadia tersentak, betapa terharunya Nadia mendengar ucapan dari Novita dan Zia akan kepedulianku terhadap kebiasaan hidupnya. Aku senang akan apa reaksi Nadia setelah mendengar apa yang dikatakan dua sahabatku ini. Nadia tetaplah Nadia. Ketika dia bermain dengan kami, dia merasa sepertia apa yang kita lakukan setiap hari, tidak ada rasa apapun ketika bermain dengannya, ya meskipun Nadia dan juga aku saling menyembunyikan rasa yang sebenarnya ada. Novita dan Zia tidak tinggal diam, sampai kapan aku dan Nadia akan saling menyembunyikan perasaan yang sebenarnya ini.

Aku sebagai laki-laki dituntut oleh sahabat perempuanku untuk mencari cara paling romantic untuk menembak Nadia menjadi pacarku. Aku melamun di depan rumah, aku melihat dua burung merpatiputih yang saling berdiri bersampingan diatas pohon layaknya orang pacaran. Dari situ aku ambil ide untuk cara terbaik menembak Nadia. Aku cepat-cepat memangil Novita dan Zia untuk membantuku membuat ratusan burung dari kertas. Burung-burung kertas bewarnaitu aku ibaratkan sebagai burung merpati, dimana burung merpati jantan hanya satu kali seumur hidup membuahi satu burung merpati betina. Esoknya, sepulang sekolah, Novita dan Zia mengajak Nadia untuk ke halaman sekolah, ketika Novita dan Zia pergi, aku dating menghapiri Nadia.


Sebelumnya Novita dan Zia sudah siap diatas dengan membawa ratusan burung kertas. Dan pada puncaknya, aku menyatakan cinta pada Nadia, aku menyatakan cinta sembari dihujani ratusan burung kertas bewarna-warni. Burung kertas itu ibaratkan burung merpati, sedangkan warna-warni yang dihasilkan adalah warna dimana kita akan menjalani kisah cinta kita nanti. Nadia tidak tahu harus menjawab apa waktu itu, dia terpukau akan rencanaku untuk menyatakan perasaanku padanya.dia terharu, dan yang paling aku sukai waktu itu, dia menerima cintaku. Aku sangat merasa dihargaiatas usahaku merencanakan semua ini. Aku kemudian memeluknya, dan mengatakan terima kasih karna sudah menerima cintaku dan menghargai usahaku dalam merencanakan semua ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar